Sekretaris BKPP Kutim Rudi Baswan |
"Terkait 6 larangan itu, saya sudah baca di beberapa media online. Tapi,
sampai saat ini, BKPP belum menerima surat resmi dari BKN," kata
Sekretaris BKPP Kutim Rudi Baswan saat di temui di ruang kerjanya,
Selasa (22/5).
Dia menambahkan, jika sudah diterima, BKPP siap menerapkan aturan atau
sanksi kepada ASN yang terlibat ujaran kebencian. Namun sebelum
diterapkan, BKPP akan terus melakukan sosialisasi kepada seluruh ASN di
Kutim dan juga menjelaskan sanksi apa yang akan diterima jika terbukti
terlibat. Selain ujaran kebencian dan hoax (berita bohong) BKN terus
mengingatkan kepada para ASN agar tidak terlibat dalam penyebaran paham
radikalisme.
BKPP juga belum memiliki sistem pengawasan media social yang dimiliki
oleh ASN di Kutim. Meski begitu sebagai langkah minimalisir ujaran
kebencian, berita bohong dan penyebaran paham radikalisme, BKPP akan
menyosialisasikan surat edaran tersebut jika sudah diterima.
“Sampai saat ini belum ada laporan ujaran kebencian di Kutim. Yang ada
hanya kritikan dan masukan dari pemerhati layanan publik,”.Terus dalam
penindakan atau pemberian sanksi apakah nantinya diproses terlebih dulu
di polisi atau bagaimana,ini juga belum jelas,” ujarnya.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) BKN, M. Ridwan dalam siaran
persnya Jumat (18/5), menyampaikan secara rinci keenam bentuk ujaran
kebencian itu yakni:
Pertama, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media
sosial (medsos) yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila,
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika,
NKRI, dan Pemerintah;
Kedua, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat medsos
ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan
antargolongan;
Ketiga, menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian (pada
poin 1 dan 2) melalui medsos (share, broadcast, upload, retweet, repost
instagram dan sejenisnya);
Keempat, mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina,
menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan
Pemerintah;
Kelima, mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan
menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan
Pemerintah; dan
Keenam, menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat
sebagaimana pada poin kesatu dan kedua dengan memberikan likes, dislike,
love, retweet, atau comment di media sosial.